Tuesday, August 25, 2015

Dedicated To My Little Sister




"Perjalanan mencari pengalaman hidup itu adalah merantau. Sebuah ujian dan pendidikan jasmani-rohani; terakhir untuk membuktikan pengetahuan dan kehandalannyo di muka dunia. Alam semesta menjadi guru pembimbing; yang akan membedakan cahaya kebenaran dan cahaya kesalahan."
Mamak (narasi Christine Hakim) – Merantau

            Tulisan ini adalah ungkapan rinduku untuk adikku yang pertama, Cindy Amelia Tampubolon –seorang perantau di usia muda-. Entah kenapa hari ini sangat merindukanmu. Hari ini tidak berjalan baik. Aku merasa tidak menjadi diriku sendiri. Aku terus tersenyum dan tertawa sepanjang hari, tapi itu bukan aku. Tidak perlu ku ceritakan bagaimana hariku bisa menjadi buruk. Tulisan ini bukan untuk itu. Hanya saja hari ini aku begitu merindukanmu. Bukan hari ini saja, hari-hari yang lalu juga. Kapan terakhir kali kita bicara ya? Oh iya, waktu aku liburan beberapa minggu lalu. Waktu itu kamu menelponku, menangis dan bercerita tentang nilaimu yang buruk. Tapi sayang sekali situasinya tidak tepat, aku sedang sibuk mengerjakan tugasku. Saat itu aku tidak berpikir dengan jernih dan tidak memberikan masukan yang membangun. Katamu, nilaimu pada satu mata pelajaran tertentu sedang jelek, pelajaran *sebut saja: X * “Kenapa? Kok bisa? Hanya kau sajakah? Siapa lagi yang jelek nilainya?” tanyaku waktu itu. “Loh, kok bisa pelajaran X aja gitu?” tanyaku lagi. Benar-benar sebuah tanggapan yang bodoh. “Udahlah, gak usah dipikiri dek, fokus aja untuk pelajaran selanjutnya. Besok IPA –kimia, bio, fisika- kan? Yaudah fokus aja” Kataku lagi dengan asal. Kemudian tertambahkan olehku beberapa kata, “Lagian kenapa kau bisa jelek di pelajaran X? Emang ngapain aja kau?” Kau terus menangis dan berkata, “Belajarnya aku kak. Gak tau aku kenapa bisa gitu...” 

            “Yaudahlah, kadangkala hasil yang kita harapkan memang gak sesuai dengan kerja keras kita. Semangat aja ya.” Harusnya kata-kata itu menjadi obat ampuh pembangkit samangatmu waktu itu. Tapi bukan itu yang kukatakan, malah kalimat yang bersifat menge-judge keluar dari mulutku, “Gak mungkin kau belajar tapi hasilnya jelek. Itu gak mungkinlah. Kalo udah belajar pasti, sesuai dengan hasilnya nanti. Lagian, kalo udah belajar kau, berapa jam kau belajar? Kurangilah waktu tidurmu. Anak-anak olimpiade itu di SMA plus lain pun tidur hanya 3 jam aja. Selainnya membahas soal mereka. Gak bisa rupanya kau kurangi waktu tidurmu?” Tanyaku lebih bodoh. Kali itu, rupanya mamaku mendengar apa yang kukatakan. Heeh, serunya pelan. “Dia kan baru sakit,” Kata mamaku. Tapi aku tidak terlalu mengubris. Lalu secepatnya kamu katakan, “Iya kak. Belajar pun aku untuk besok. Udahlah ya” Dan telepon terputus –kamu mematikan teleponnya-

            Waktu itu aku sangat egois, dek. Bagaimana mungkin aku katakan padamu untuk mengurangi waktu tidurmu yang sebenarnya sangat singkat disana? Padahal aku jelas-jelas tahu bahwa kegiatan rutinitasmu sangat melelahkan disana, apalagi kamu baru sakit kemarin. Kamu harus bangun pagi-pagi sekali, kebersihan, mengerjakan segala sesuatunya sendirian –mencuci dan menggosok baju-, yang dulunya bibi –tukang cuci- yang mengerjakannya. Belum lagi dek, kamu harus mati-matian bersaing dengan teman-temanmu yang super pintar itu. Karena, aku sendiri pahami dek, sekolahmu bukanlah sekolah biasa. Kamu dituntut untuk bisa berkompetisi secara akademis –umumnya ditekankan IPAnya- disana. Bagaimana pun, aku percaya cara belajarmu yang dulu di SMP pastilah sangat jauh berbeda dengan yang sekarang ini. Aku yakin 10 kali lebih bagus. 

            Kamu mendapatkan sekolah yang lebih bagus. Kamu membuat kami bangga. Kami sungguh sangat mengharapkan kamu bisa meraih hal-hal yang kamu cita-citakan, yang lebih hebat daripada kami. Kami memimpikan kamu bisa kuliah di luar negeri seperti di Inggris atau Singapura, tapi kalau kamu juga mendapatkan universitas negeri terbaik seperti UI, UGM, ITB dan semacamnya tentu juga hal yang bagus.

            Maaf dek, aku tau kamu sangat capek disana. Capek belajar dan bekerja. Bahkan mungkin mengerjakan soal-soal latihan tidak sempat lagi, karena sudah banyak tugas dari sekolah. Kadang-kadang aku lupa kamu tinggal di asrama. Kadang-kadang aku lupa bagaimana sengitnya persaingan disana. Kadang-kadang aku lupa kamu butuh teman bicara. Mungkin karena aku tidak tinggal di rumah. Mungkin karena aku berkuliah dan terbiasa dengan tugas sampai-sampai telat tidur. Jadi, ku katakan waktu itu untuk mengurangi waktu tidurmu. Padahal durasi belajarmu di sekolah lebih lama daripada yang kuhadapi. Aku mengibaratkan kamu adalah temanku kuliah, jadi maaf waktu itu. ‘Kurangi waktu belajar’ adalah sesuatu yang sangat tidak pantas aku katakan karena kita sama-sama tau kamu selalu belajar giat. Kamu adalah orang yang cerdas dan serius terhadap tujuan-tujuanmu. Jadi kalau ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapanmu, bukan kamu yang disalahkan. Hanya saja, kamu tidak boleh mengeluh bahkan berputus asa. Kamu hanya perlu terus giat berusaha dan berdoa. Supaya keberuntungan itu jatuh ke tanganmu. Bagaimanapun, kamu sudah melakukan yang terbaik dan tidak ada seorang pun yang bisa meragukan itu. 

            Perlu kamu ketahui dek bahwa tidak ada satu hari pun kami lalui tanpa memikirkanmu. Kamu tinggal jauh dari orangtua yang sebelumnya tidak pernah kami bayangkan. Kamu yang paling bermalasan dahulu –dibandingkan kami- harus melakukan semuanya sendirian tanpa diawasi. Banyak perubahan yang ada dalam dirimu sekarang dek. Kalau di rumah, kamu jadi sering bangun pagi-pagi sekali walaupun hanya untuk nonton TV tapi itu sudah bagus sekali. Kamu juga sering mencuci pakaianmu sendiri di rumah, padahal aku sendiri yang berkuliah dan nge-kos malas mengerjakannya. Sungguh luar biasa perubahan yang kamu alami dek. Pernah suatu kali aku berpikir, mungkin inilah cara Tuhan mendidik kamu, menjadikan kamu seorang yang benar-benar mandiri. CaraNya menempamu menjadi seorang yang berhasil. Berarti Tuhan begitu menyayangi kamu sampai-sampai kamu diberikan kesempatan yang orang lain mungkin ingin mendapatkannya tapi tidak bisa. Bila saatnya berdoa, aku selalu mendoakanmu. Mendoakan supaya kamu betah, tahan dan mampu tinggal disana. Aku mendoakan supaya kamu mendapat teman yang baik disana. Supaya semangatmu semakin menyala-nyala di perantauan sana. Tidak jarang juga, aku membuat list namamu diantara topik doa teman-temanku agar mereka ikut mendoakanmu. Supaya kamu tahu betapa aku sangat memikirkanmu. Bukan memikirkan tentang pencapaianmu. Tetapi pada dirimu sendiri. Supaya kamu senang dan menikmati studimu disana. Karena kalau kamu senang, kami pun akan senang. 

            Ngomong-ngomong soal senang, kemarin aku senang sekali dengan berita bagusmu bahwa kamu juara 1 lomba essay se-Tobasa. Itu prestasi yang harus dipertahankan. Ternyata kamu mewarisi bakat menulisku, padahal kamu bukan anakku –agak ngawur-. Tetaplah menulis dan banyak-banyak membaca literatur supaya semakin luas pengetahuanmu. Banyak berlatih di soal- soal. Yang terpenting tetap berharap, tetap semangat, terus berusaha dan berdoa supaya semua yang baik dilimpahkan padamu. 

            Akhirnya, selesai juga tulisan dariku. Sebenarnya aku tulis ini karena sedang rindu padamu. Hari ini dan hari-hari sebelumnya. Semoga perasaan kita semakin membaik. 

“Sister. She is your mirror, shining back at you with a world of possibilities. She is your witness, who sees you at your worst and best, and loves you anyway. She is your partner in crime, your midnight companion, someone who knows when you are smiling, even in the dark. She is your teacher, your defense attorney, your personal press agent, even your shrink. Some days, she's the reason you wish you were an only child- Barbara alpert-“


                                                                                                                    Medan, 27 Februari 2014

0 comments:

Post a Comment

I'd love to have your comments here!