"Perjalanan mencari pengalaman
hidup itu adalah merantau. Sebuah ujian dan pendidikan jasmani-rohani; terakhir
untuk membuktikan pengetahuan dan kehandalannyo di muka dunia. Alam semesta
menjadi guru pembimbing; yang akan membedakan cahaya kebenaran dan cahaya
kesalahan."
Mamak (narasi Christine Hakim) – Merantau
Tulisan ini adalah ungkapan rinduku
untuk adikku yang pertama, Cindy Amelia Tampubolon –seorang perantau di usia
muda-. Entah kenapa hari ini sangat merindukanmu. Hari ini tidak berjalan baik.
Aku merasa tidak menjadi diriku sendiri. Aku terus tersenyum dan tertawa
sepanjang hari, tapi itu bukan aku. Tidak perlu ku ceritakan bagaimana hariku
bisa menjadi buruk. Tulisan ini bukan untuk itu. Hanya saja hari ini aku begitu
merindukanmu. Bukan hari ini saja, hari-hari yang lalu juga. Kapan terakhir
kali kita bicara ya? Oh iya, waktu aku liburan beberapa minggu lalu. Waktu itu
kamu menelponku, menangis dan bercerita tentang nilaimu yang buruk. Tapi sayang
sekali situasinya tidak tepat, aku sedang sibuk mengerjakan tugasku. Saat itu
aku tidak berpikir dengan jernih dan tidak memberikan masukan yang membangun.
Katamu, nilaimu pada satu mata pelajaran tertentu sedang jelek, pelajaran
*sebut saja: X * “Kenapa? Kok bisa? Hanya kau sajakah? Siapa lagi yang jelek
nilainya?” tanyaku waktu itu. “Loh, kok bisa pelajaran X aja gitu?” tanyaku
lagi. Benar-benar sebuah tanggapan yang bodoh. “Udahlah, gak usah dipikiri dek,
fokus aja untuk pelajaran selanjutnya. Besok IPA –kimia, bio, fisika- kan?
Yaudah fokus aja” Kataku lagi dengan asal. Kemudian tertambahkan olehku
beberapa kata, “Lagian kenapa kau bisa jelek di pelajaran X? Emang ngapain aja
kau?” Kau terus menangis dan berkata, “Belajarnya aku kak. Gak tau aku kenapa
bisa gitu...”
“Yaudahlah, kadangkala hasil yang
kita harapkan memang gak sesuai dengan kerja keras kita. Semangat aja ya.”
Harusnya kata-kata itu menjadi obat ampuh pembangkit samangatmu waktu itu. Tapi
bukan itu yang kukatakan, malah kalimat yang bersifat menge-judge keluar dari
mulutku, “Gak mungkin kau belajar tapi hasilnya jelek. Itu gak mungkinlah. Kalo
udah belajar pasti, sesuai dengan hasilnya nanti. Lagian, kalo udah belajar
kau, berapa jam kau belajar? Kurangilah waktu tidurmu. Anak-anak olimpiade itu
di SMA plus lain pun tidur hanya 3 jam aja. Selainnya membahas soal mereka. Gak
bisa rupanya kau kurangi waktu tidurmu?” Tanyaku lebih bodoh. Kali itu, rupanya
mamaku mendengar apa yang kukatakan. Heeh, serunya pelan. “Dia kan baru sakit,”
Kata mamaku. Tapi aku tidak terlalu mengubris. Lalu secepatnya kamu katakan,
“Iya kak. Belajar pun aku untuk besok. Udahlah ya” Dan telepon terputus –kamu
mematikan teleponnya-
Waktu itu aku sangat egois, dek.
Bagaimana mungkin aku katakan padamu untuk mengurangi waktu tidurmu yang
sebenarnya sangat singkat disana? Padahal aku jelas-jelas tahu bahwa kegiatan
rutinitasmu sangat melelahkan disana, apalagi kamu baru sakit kemarin. Kamu
harus bangun pagi-pagi sekali, kebersihan, mengerjakan segala sesuatunya
sendirian –mencuci dan menggosok baju-, yang dulunya bibi –tukang cuci- yang
mengerjakannya. Belum lagi dek, kamu harus mati-matian bersaing dengan
teman-temanmu yang super pintar itu. Karena, aku sendiri pahami dek, sekolahmu
bukanlah sekolah biasa. Kamu dituntut untuk bisa berkompetisi secara akademis
–umumnya ditekankan IPAnya- disana. Bagaimana pun, aku percaya cara belajarmu
yang dulu di SMP pastilah sangat jauh berbeda dengan yang sekarang ini. Aku
yakin 10 kali lebih bagus.
Kamu mendapatkan sekolah yang lebih
bagus. Kamu membuat kami bangga. Kami sungguh sangat mengharapkan kamu bisa
meraih hal-hal yang kamu cita-citakan, yang lebih hebat daripada kami. Kami
memimpikan kamu bisa kuliah di luar negeri seperti di Inggris atau Singapura,
tapi kalau kamu juga mendapatkan universitas negeri terbaik seperti UI, UGM,
ITB dan semacamnya tentu juga hal yang bagus.
Maaf dek, aku tau kamu sangat capek
disana. Capek belajar dan bekerja. Bahkan mungkin mengerjakan soal-soal latihan
tidak sempat lagi, karena sudah banyak tugas dari sekolah. Kadang-kadang aku
lupa kamu tinggal di asrama. Kadang-kadang aku lupa bagaimana sengitnya
persaingan disana. Kadang-kadang aku lupa kamu butuh teman bicara. Mungkin
karena aku tidak tinggal di rumah. Mungkin karena aku berkuliah dan terbiasa
dengan tugas sampai-sampai telat tidur. Jadi, ku katakan waktu itu untuk
mengurangi waktu tidurmu. Padahal durasi belajarmu di sekolah lebih lama
daripada yang kuhadapi. Aku mengibaratkan kamu adalah temanku kuliah, jadi maaf
waktu itu. ‘Kurangi waktu belajar’ adalah sesuatu yang sangat tidak pantas aku
katakan karena kita sama-sama tau kamu selalu belajar giat. Kamu adalah orang
yang cerdas dan serius terhadap tujuan-tujuanmu. Jadi kalau ada sesuatu yang
tidak sesuai dengan harapanmu, bukan kamu yang disalahkan. Hanya saja, kamu
tidak boleh mengeluh bahkan berputus asa. Kamu hanya perlu terus giat berusaha
dan berdoa. Supaya keberuntungan itu jatuh ke tanganmu. Bagaimanapun, kamu
sudah melakukan yang terbaik dan tidak ada seorang pun yang bisa meragukan itu.
Perlu kamu ketahui dek bahwa tidak
ada satu hari pun kami lalui tanpa memikirkanmu. Kamu tinggal jauh dari
orangtua yang sebelumnya tidak pernah kami bayangkan. Kamu yang paling
bermalasan dahulu –dibandingkan kami- harus melakukan semuanya sendirian tanpa
diawasi. Banyak perubahan yang ada dalam dirimu sekarang dek. Kalau di rumah,
kamu jadi sering bangun pagi-pagi sekali walaupun hanya untuk nonton TV tapi
itu sudah bagus sekali. Kamu juga sering mencuci pakaianmu sendiri di rumah,
padahal aku sendiri yang berkuliah dan nge-kos malas mengerjakannya. Sungguh
luar biasa perubahan yang kamu alami dek. Pernah suatu kali aku berpikir,
mungkin inilah cara Tuhan mendidik kamu, menjadikan kamu seorang yang
benar-benar mandiri. CaraNya menempamu menjadi seorang yang berhasil. Berarti
Tuhan begitu menyayangi kamu sampai-sampai kamu diberikan kesempatan yang orang
lain mungkin ingin mendapatkannya tapi tidak bisa. Bila saatnya berdoa, aku
selalu mendoakanmu. Mendoakan supaya kamu betah, tahan dan mampu tinggal
disana. Aku mendoakan supaya kamu mendapat teman yang baik disana. Supaya
semangatmu semakin menyala-nyala di perantauan sana. Tidak jarang juga, aku
membuat list namamu diantara topik doa teman-temanku agar mereka ikut mendoakanmu.
Supaya kamu tahu betapa aku sangat memikirkanmu. Bukan memikirkan tentang
pencapaianmu. Tetapi pada dirimu sendiri. Supaya kamu senang dan menikmati
studimu disana. Karena kalau kamu senang, kami pun akan senang.
Ngomong-ngomong soal senang, kemarin
aku senang sekali dengan berita bagusmu bahwa kamu juara 1 lomba essay
se-Tobasa. Itu prestasi yang harus dipertahankan. Ternyata kamu mewarisi bakat
menulisku, padahal kamu bukan anakku –agak ngawur-. Tetaplah menulis dan
banyak-banyak membaca literatur supaya semakin luas pengetahuanmu. Banyak
berlatih di soal- soal. Yang terpenting tetap berharap, tetap semangat, terus
berusaha dan berdoa supaya semua yang baik dilimpahkan padamu.
Akhirnya, selesai juga tulisan
dariku. Sebenarnya aku tulis ini karena sedang rindu padamu. Hari ini dan
hari-hari sebelumnya. Semoga perasaan kita semakin membaik.
“Sister. She is your mirror,
shining back at you with a world of possibilities. She is your witness, who
sees you at your worst and best, and loves you anyway. She is your partner in
crime, your midnight companion, someone who knows when you are smiling, even in
the dark. She is your teacher, your defense attorney, your personal press
agent, even your shrink. Some days, she's the reason you wish you were an only
child- Barbara alpert-“
Medan, 27 Februari 2014
0 comments:
Post a Comment
I'd love to have your comments here!